Kemarin, guru agama saya bilang, hidup saya tidak ada gunanya sebelum saya mematuhi perintah-perintah Allah sebagaimana yang tercantum dalam Al Qur’an. Katanya, kita hidup dalam sistem ‘’Negara Kafir’’. Oleh karenanya, kita diperbudak oleh hukum-hukum buatan manusia. Untuk membebaskan diri dari hegemoni negara kafir, Kita harus berjihad dan merontokkan kekuatan penopang negara ini.

Saya jadi berpikir, memangnya ada yang namanya hukum Allah? Apakah benar UUD 1945 beserta turunannya hukum kafir? Bukankah yang menyusunnya adalah mayoritas muslim?

Apakah yang disebut hukum Allah hanyalah Al Qur’an atau beserta hadits? Memangnya Al Qur’an bisa bicara sendiri? Bukankah untuk memahami Al Qur’an juga tetap diperlukan penalaran dan penafsiran? Bukankah penafsiran itu wilayah kesimpulan akal manusia dan bukan Allah?

Katanya lagi, karena kekuatan kita masih lemah, kita jangan menggunakan strategi head-to-head melawan aparat negara (TNI-Polri), tapi harus menggunakan taktik sel, yaitu dengan membentuk jaringan sel rahasia di mana kita bisa bebas bergerak secara diam-diam dan senyap siaga sendiri.

Kita tidak adu tembak secara terbuka, tapi harus mempersiapkan suatu serangan besar menggunakan bahan peledak. Itu cara paling efektif melawan musuh yang lebih kuat.

Saya jadi berpikir, memangnya menegakkan hukum Allah dan menghadapi apa yang disebut ‘’orang kafir’’ harus dengan jalan berperang ya? Memangnya tidak bisa dengan diplomasi? Berunding? Berkonsensus? Atau bersama-sama menciptakan negara yang adil dan netral agar kita dapat berkompetisi dengan fair memperjuangkan ideologi masing-masing? Mengapa orang yang katanya kekasihnya Allah, hobinya malah ingin berperang dan membunuh melulu?

Ustad saya bilang, Negara Islam ‘’ISIS’’ terancam runtuh dan memanggil anak-anak negerinya di seluruh penjuru dunia untuk berjihad demi tegaknya hukum Allah. Kekhilafahan ISIS melemah dan sedang dikepung oleh kekuatan negara kafir (Suriah, Irak, Amerika Serikat, Rusia, Mesir) dari seluruh penjuru negeri.

Kita sebagai hamba Allah yang taat, wajib hukumnya membela negara Islam tempat suatu hari nanti hukum Allah bakal tegak. Menolak pergi berjihad adalah golongan munafik.

Kalau benar ISIS adalah Negara Khilafah yang didukung penuh Allah, mengapa ketika diserang dan terancam runtuh karena gempuran tentara kafir, Allah tidak membantu atau sekadar mengulurkan tangan-Nya, lalu membuat bagaimana caranya tentara kafir tersebut lari tunggang-langgang? Bukankah Allah selalu bersama hamba-Nya yang sedang kesusahan? Kalau benar ISIS direstui Allah, mengapa dibiarkan hancur dan runtuh?

Saya jadi berpikir, bagaimana mungkin bisa disebut Negara Islam sedang perempuan etnis Yazidi, hanya karena tidak beragama Islam, seenaknya diperkosa dan dijadikan budak seks? Sedang kita tahu, yang menjadikannya beretnis Yazidi adalah Allah itu sendiri. Dan kita tahu, Laa ikhraha fiddiin. Kita tahu, bahwa beragama tidak boleh memaksa-maksa. Lalu, mengapa perempuan-perempuan tersebut dihukumi perkosa hanya karena keyakinannya?

Sejak dideklarasikan pada tahun 2014, negara yang katanya Negara Islam, bukannya membawa kedamaian dan kebahagiaan sebagaimana yang dicontohkan Nabi, tapi malah menciptakan kerusakan di muka bumi. Bila yang namanya Negara Islam adalah seperti itu, jangankan berjihad untuk khilafah, hidup di atas tanahnya pun saya tidak mau. Saya tidak sudi menjadi warga negara di mana nyawa manusia murah harganya bak kacang goreng.

Beliau kemarin bilang, kita semua harus membaiat diri tunduk pada segala apa yang diinstruksikan Khalifah Abu Bakr Al Baghdadi, karena dia adalah Khalifah kita.

Bagaimana mungkin saya harus patuh pada pemimpin yang memerintahkan aparatnya menembaki orang-orang yang tidak setuju pada idenya? Bagaimana mungkin saya harus bersetia padanya padahal saya tidak pernah sekalipun memilihnya untuk menjadi pemimpin dalam mengatur hidupku?

Bagaimana mungkin saya dapat membaiat diri pada Negara Khilafah ISIS sedangkan mereka dengan kejamnya mengubur bayi-bayi, memutilasi anak-anak, memenggal kepala dan menjadikannya bola untuk dijadikan mainan, membakar orang, menjatuhkan seorang dari gedung berlantai lima dan memperkosa perempuan-perempuan sesuka penis mereka, tiap hari? Bagaimana mungkin saya harus patuh pada negara yang tidak menghormati kaum perempuan?

Pak Ustaz juga bilang, TNI dan Polri itu boneka Negara Kafir. Mereka hanyalah alat yang dijadikan ‘’anjing penjaga’’ bagi pemimpinnya yang thoghut. Oleh karenanya, TNI-Polri meski bukan musuh utama, mereka adalah musuh barisan depan yang harus dihabisi duluan di manapun kita menjumpainya.

Kematian mereka, menjadi gerbang awal berdirinya Negara Khilafah yang dicita-citakan bersama sebagaimana yang dijanjikan dalam kitab suci. Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofurun.

Saya jadi ragu dengan omongan beliau. Beberapa kali saya jumatan di masjid Mall, markas TNI atau masjid dekat kantor Polisi, mereka juga sholat jumat. Waktu saya hendak dirampok, polisilah yang menolong saya. Waktu saya dipalak preman, anggota TNI yang membantu saya mengatasi keadaan sulit. Dijajaran TNI, ada banyak anggota yang hafal Al Qur’an dan mendapat keistimewaan dibanding yang tidak hafidz.

Pada bulan ramadhan, masjid-masjid di lingkungan TNI-Polri juga bergema ayat suci Al Qur’an dan dilantunkan langsung oleh anggota TNI-Polri. Bagaimana mungkin saya bisa memvonis mereka kafir? Bagaimana mungkin saya bisa mengutuki mereka sebagai alat bagi negara yang tidak islami?

Melihat kenyataan tersebut, bagaimana mungkin saya dapat membunuh mereka, sedang mereka bertugas untuk sebuah tanggung jawab memelihara ketentraman di tanah Indonesia ini?

Beliau juga mengatakan, kita harus membunuh orang-orang kafir di manapun kita menjumpai mereka. Saya jadi teringat, beberapa bulan yang lalu, saat saya kehilangan dompet dan mencoba menghubungi teman-teman saya yang muslim. Tidak ada satu pun dari mereka yang dapat membantu, entah karena alasan sibuk atau memang tidak peduli.

Saat semua teman seagama saya masa bodoh, justru seorang Kristen hadir dan membantu saya. Dan akhirnya saya bisa pulang malam itu.

Pak Ustaz bilang, orang-orang kafir adalah orang yang kolot, menolak kebenaran, bila dinasihati membantah, jahat dan munafik. Kafir adalah yang agamanya non-Islam, katanya.

Tapi, setelah saya catat baik-baik, mengapa ada banyak sekali teman saya yang muslim tapi perilakunya mirip ciri-ciri orang kafir di atas? Dan mengapa ada banyak orang Kristen, Budha, Hindu, Kong Hu Cu, dan Samin (non-Islam/kafir) perilakunya baik, sopan, suka membantu, pandai mendengar bila dinasihati, dan peduli pada kesusahan orang lain?

Jangan-jangan soal kafir atau tidak kafir itu bukan soal agamanya, tapi soal klasifikasi sifat manusia. Dan kita tahu apapun agamanya, semua mempunyai potensi sifat baik maupun buruk. Jadi, kafir bukanlah yang non-Islam, tapi tiap orang yang perilakunya buruk dan merusak kehidupan di muka bumi. Kafir bukanlah identitas, tapi watak. Jadi, siapapun orangnya, apapun agama dan sektenya, asal wataknya baik, berarti bukan orang kafir.

Kemarin pak Ustaz mengajak saya masuk ke ruangan sunyi. Di sana ada gambar-gambar dan layar untuk memutar video di mana umat Islam dijajah, dizalimi, ditindas, dipecah-belah, dirusak, dan dilemahkan. Saya dicekoki materi-materi yang membangkitkan emosi kebencian. Tapi, beliau tidak menyertakan data yang meyakinkan. Jadi lebih mirip ruang propaganda untuk brainstorming.

Ketika saya mempertanyakan sumber data yang digunakan, kebenaran faktanya, dan mengajukan data pembanding, pak Ustaz marah-marah dan mencap saya sudah tercemari kehidupan kafir. Nada bicaranya selalu memberi kesan bahwa umat Islam sedang menjadi pihak yang dikorbankan dan harus segera melawan. Jihad, katanya, adalah jalan mulia bagi seorang muslim yang mendambakan surganya Allah SWT.

Hidup di dunia ini adalah sementara. Hidup dalam Negara Kafir, diatur dalam sistem thoghut, dan makan dari perekonomian yang tidak islami, membuat hidup terasa hambar dan ingin segera mati menuju surganya Allah.

Kata pak Ustaz, tidak ada hidup terbaik selain di taman surganya Allah. Kita harus senantiasa bersiap meninggalkan kehidupan dunia, lalu pergi menuju akhirat yang penuh kebahagiaan dan kedamaian.

Saya juga ingin masuk surga. Minum sepuasnya sungai susu, ditemani 70 bidadari cantik nan seksi. Dapat makan apa saja tanpa merasa kenyang dan tinggal di taman yang sejuk.

Pak Ustaz pun menginginkan hal demikian, makanya dia mengajak saya masuk surga bareng-bareng. Berjihad meledakkan diri adalah mati syahid. Dijamin langsung masuk surga katanya. Tapi yang menjadi pertanyaan, mengapa tidak beliau sendiri yang menjadi pelaku peledakan diri?

Saya jadi curiga, mengapa dia memilih saya untuk melakukan itu, mengapa bukan dia? Bukankah dia bosan hidup di dunia dan ingin segera mencicipi payudara 70 bidadari yang kecantikannya melebihi semua wanita cantik yang ada di dunia? Apakah dia takut mati, takut terburai, takut termutilasi, takut tertembus peluru, takut meledak, takut binasa? Padahal dia mencekoki saya bahwa kita hanya boleh takut pada Allah SWT.

Dia bilang, mati syahid itu tidak sakit, karena kita mati di jalan Allah. Mati berjihad, meledakkan diri akan terasa biasa saja layaknya kita bangun dari tidur. Tapi mengapa bukan dia yang meledakkan diri?

Saya pernah melihat video anggota ISIS, Al Qaeda, dan Boko Haram menangis meraung kesakitan karena luka tembak. Katanya luka dalam jihad tidak sakit, kok mereka kesakitan. Berarti Ustazku bohong? Apakah dia sedang membohongiku?

Saya jadi ragu, mencium bau kemunafikan dari semua ini. Sebaiknya saya buka-buka lagi Al Qur’an dan biografi Nabi. Saya ingin jeli melihat sejarah, saya ingin tahu betul bagaimana Nabi Muhammad menjalani hidupnya, menghadapi orang-orang kafir, berinteraksi dengan kelompok non-Islam, dan mencari pengertian yang tepat apa yang dinamakan kafir.

Saya tidak ingin menjadi pemeluk agama yang mudah sekali menumpahkan darah sesama umat manusia.

Saya masih meyakini, tidak semua cairan yang ada di dalam botol AQUA adalah air mineral jernih yang menyegarkan. Beberapa ada air kencing, cuka, atau oli. Tidak semua isi kaleng-toples merk KHONG GUAN adalah biskuit KHONG GUAN. Beberapa berisi rengginang, kerupuk nasi, keripik singkong, atau remah-remah marneng.

Saya lebih suka isi daripada merk dan bungkus. Saya lebih suka isinya daripada BH-nya. Kata Cak Nun, ‘’Anda pilih BH atau isinya?’’ Stop! Jangan dijawab!

Tulisan Muhammad Mualimin



from MUSLIM SEJATI https://ift.tt/2B5w0fT
via Media Muslim